Problematika Skripsi dalam Menyelesaikan Permasalahan Bangsa

Problematika Skripsi dalam Menyelesaikan Permasalahan Bangsa 

Oleh: 

Taupiq Nugraha 


Skripsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan karangan ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa, sebagai syarat untuk memperoleh gelar akademis program studi yang digelutinnya. Selain sebagai syarat untuk menjadi sarjana, penulisan skripsi juga sebagai pengejawantahan tridarma perguruan tinggi berupa pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Alih-alih melaksanakan tridarma perguruan tinggi, dan penelitian dalam rangka menyelesaikan permasalahan bangsa, skripsi akhir-akhir ini menjadi alat pengurang populasi generasi emas bangsa. 

1. Merupakan Sebuah Kendala dalam Bonus Demografi.

Indonesia, saat ini sedang berada dalam bonus demografi, dimana mayoritas penduduk Indonesia berada dalam rentang usia 19-35 Tahunan, usia ini adalah di saat manusia sedang dalam produktif-produktifnya. Usia produktif ini diisi berbagai unsur diantarannya adalah mahasiswa, sebagai agent of change yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat. Miris, akhir-akhir ini mahasiswa cenderung bergeser dari agent of change menjadi agent of suicide dikarenakan depresi tidak bisa menyelesaikan skripsi, sebagai contoh tahun 2018 ada dua kasus bunuh diri yang diakibatkan oleh skripsi, pertama terjadi di Medan, mahasiswa berinisial M ditemukkan tewas bunuh diri dengan leher terlilit kabel, diduga karena depresi skripsi. Kedua di Bandung, mahasiswa berinisial RWP tewas gantung diri, menurut keterangan sang pacar sebab bunuh diri salah satunnya karena skripsi. 

2. Jarang Dipakai sebagai Bahan Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU). 

Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU), sesuai Pasal 1 angka 11 UU No.12 tahun 2011, mewajibkan adannya naskah akademis sebagai bahan ilmiah untuk pembentukan undang-undang, namun penyusunan naskah akademis ini melibatkan peran para pakar dalam penyusunannya, jarang sekali ditemukan perlibatan skripsi dalam penyusunan naskah akademis ini, skripsi tak ubahnnya hanya pajangan di perpus saja untuk dibaca generasi berikutnya. 

3. Skripsi Harus Diganti. 

Skripsi hanya bersifat merekomendasikan solusi saja terhadap permasalahan yang ada, tetep pemerintah maupun para stakeholder, dalam menyelesaikan permasalahan yang ada sesuai dengan professionalisme mereka. Skripsi ini perlu diganti dengan penelitian kolaboratif antara mahasiswa dan dosen dalam menyelesaikan suatu permasalahan secara langsung di masyarakat, diharapkan dengan begitu tiap tahun ada minimal satu permasalahan bangsa yang teratasi. 

Kesimpulan 

Jadi, daripada menghambur-hamburkan kertas yang berdampak pada pengurangan pohon, memperbanyak jumlah korban bunuh diri karena depresi skripsi tak kunjung selesai, dan tridarma perguruan tinggi tidak berjalan efektif karena permasalahan bangsa makin bertambah, maka dari itu, saya sebagai Warga Negara Indonesia merekomendasikan untuk tidak menjadikan skripsi sebagai syarat memperoleh gelar, tetapi diganti dengan penelitian kolaboratif antara dosen dengan mahasiswa menyelesaikan permasalahan bangsa secara langsung di masyarakat, sesuai dengan bidang studinya, sehingga setiap ada satu sarjana, berarti satu permasalahan bangsa terselesaikan. 



Komentar

Postingan Populer