HUKUM MENGUCAPKAN NATAL BAGI SEORANG MUSLIM
Hukum
Mengucapkan Selamat Natal Bagi Seorang Muslim
Oleh:
Taupiq Nugraha
Menjelang natal 25
Desember 2019, kehidupan sosial masyarakat Indonesia diramaikan dengan
perdebatan halal dan haramnya mengucapkan selamat natal bagi seorang muslim dan
muslimah kepada umat nasrani, sebetulnya bukan sekarang saja, bahkan hampir
setiap natal terutama di era millenial, hal ini terus lah menjadi perdebatan
tak berujung, bahkan sampai muncul isu-isu radikalisme, kafir, dsb.
Mungkin hal tersebut
terjadi, karena kurangnya pengetahuan dan wawasan masyarakat Indonesia mengenai
dasar boleh dan tidak bolehnya mengucapkan selamat natal, atau bisa terjadi
karena isi konten media sosial pribadi tiap-tiap individu berisi hal-hal yang
mengharamkan bahkan mengkafirkan yang mengucapkan selamat natal, atau hanya
ikut-ikutan teman saja, oleh karena itu izinkan saya berbagi sedikit dasar
hukum mengucapkan natal berikut ini, moga menjadi tambahan wawasan kita
bersama.
1.
Dasar Hukum Bolehnya Mengucapkan Natal
Ulama- ulama kontemporer
semisal Yusuf Qardawi dari Mesir (Ketua Persatuan Ulama Dunia), Habib Umar bin
Hafidz (Ulama Yaman), Majelis Ulama Eropa, membolehkan mengucapkan selamat
natal kepada umat nasrani (asalkan tidak disertai dengan iqrar memeluk
nasrani). Mereka pun berdasar pada ayat Al-qur’an sebagai berikut:
لَا يَنۡهٰٮكُمُ اللّٰهُ عَنِ
الَّذِيۡنَ لَمۡ يُقَاتِلُوۡكُمۡ فِى الدِّيۡنِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوۡكُمۡ مِّنۡ
دِيَارِكُمۡ اَنۡ تَبَرُّوۡهُمۡ وَ تُقۡسِطُوۡۤا اِلَيۡهِمۡؕ اِنَّ اللّٰهَ
يُحِبُّ الۡمُقۡسِطِيۡنَ
"Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (
QS. Al-Mumtahanah, Ayat 8).
وَاِذۡ
اَخَذۡنَا مِيۡثَاقَ بَنِىۡٓ اِسۡرَآءِيۡلَ لَا تَعۡبُدُوۡنَ اِلَّا اللّٰهَ
وَبِالۡوَالِدَيۡنِ اِحۡسَانًا وَّذِى الۡقُرۡبٰى وَالۡيَتٰمٰى وَالۡمَسٰکِيۡنِ
وَقُوۡلُوۡا لِلنَّاسِ حُسۡنًا وَّاَقِيۡمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّکٰوةَ ؕ
ثُمَّ تَوَلَّيۡتُمۡ اِلَّا قَلِيۡلًا مِّنۡکُمۡ وَاَنۡـتُمۡ مُّعۡرِضُوۡنَ
“Dan
(ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, kerabat,
anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada
manusia, laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu
berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih
menjadi) pembangkang.” (QS. Al-Baqarah Ayat 83).
2.
Dasar Hukum Larangan Mengucapkan Natal
Adapun, para ulama yang
melarang natal berdasarkan pada ayat qur’an dan berikut:
وَمَنۡ يَّبۡتَغِ غَيۡرَ الۡاِسۡلَامِ دِيۡنًا فَلَنۡ يُّقۡبَلَ مِنۡهُ ۚ
وَهُوَ فِى الۡاٰخِرَةِ مِنَ الۡخٰسِرِيۡنَ
“Dan
barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat
dia termasuk orang yang rugi” (QS.
Ali Imran Ayat 85).
حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمُ الۡمَيۡتَةُ وَالدَّمُ وَلَحۡمُ الۡخِنۡزِيۡرِ وَمَاۤ
اُهِلَّ لِغَيۡرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالۡمُنۡخَنِقَةُ وَالۡمَوۡقُوۡذَةُ
وَالۡمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيۡحَةُ وَمَاۤ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا
ذَكَّيۡتُمۡ وَمَا ذُ بِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنۡ تَسۡتَقۡسِمُوۡا بِالۡاَزۡلَامِ
ؕ ذٰ لِكُمۡ فِسۡقٌ ؕ اَلۡيَوۡمَ يَٮِٕسَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡ دِيۡـنِكُمۡ
فَلَا تَخۡشَوۡهُمۡ وَاخۡشَوۡنِ ؕ اَ لۡيَوۡمَ اَكۡمَلۡتُ لَـكُمۡ دِيۡنَكُمۡ
وَاَ تۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِىۡ وَرَضِيۡتُ لَـكُمُ الۡاِسۡلَامَ دِيۡنًا ؕ
فَمَنِ اضۡطُرَّ فِىۡ مَخۡمَصَةٍ غَيۡرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثۡمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ
غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah,
yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak
panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan
agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai
Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena
ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”
(QS.Al-Maidah Ayat 3).
3.
Hadis Larangan Mengucapkan Selamat Natal
Dari Amr
ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Rasulullah shallallaahu
alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا
تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ
الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ
“Bukan termasuk golongan
kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai
Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan
isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak
tangannya” (HR
Tirmidzi, hasan)
Dari Ibn
Umar beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
bagian dari mereka”
(HR Abu Dawud, hasan)
Dari Umar
radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,
بعثت
بين يدي الساعة بالسيف حتى يعبد الله تعالى وحده لا شريك له و جعل رزقي تحت ظل
رمحي و جعل الذل و الصغار على من خالف أمري و من تشبه بقوم فهو منهم
“Aku diutus
dengan pedang menjelang hari kiamat hingga mereka menyembah Allah Ta’ala semata
dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatupun, dan telah dijadikan rizkiku di
bawah bayangan tombakku, dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa yang
menyelisihi perkaraku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
bagian dari mereka” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani)
4.
Fatwa MUI 1981
Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981
sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran
Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw
sebagai berikut :
a. Bahwa
ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat
agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah
keduniaan.
b. Bahwa
ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan
peribadatan agama lain.
c. Bahwa
ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam
sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
d. Bahwa
barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai
anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
e. Bahwa
Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di
dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai
Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
f. Islam
mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
g. Islam
mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari
larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik
kemaslahatan.
Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih
”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
a.
Perayaan
Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as,
akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di
atas.
b.
Mengikuti
upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
c.
Agar
ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu
Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Kesimpulan
Telah saya bagikan sedikit, dasar-dasar hukum boleh
dan tidak bolehnya mengucapkan selamat natal bagi umat muslim kepada nasrani,
hendaknya kita sebagai manusia, janganlah langsung menghakimi seseorang tanpa
dasar hukum yang jelas, semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka
Komentar
Posting Komentar