Tindak Pidana Narkotika


Pengantar Tindak Pidana Khusus : Narkotika
Oleh : Taupiq Nugraha [1]

A.           Latar Belakang
Berdasarkan pembukaan UUD 1945 alinea 4 dijelaskan bahwasannya didirikan negara indonesia itu bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum.[2] Pengaplikasian dari memajukan kesejahteraan umum tersebut diantaranya adalah dengan meningkatkan sumberdaya manusia di indonesia. Kualitas sumber daya manusia di indonesia merupakan suatu modal dalam memajukan kesejahteraan umum termasuk kualitas kesehatannya. Salah satu upaya dalam meningkatkan kesehatan adalah meningkatkan pengobatan dan pelayanan dalam bidang kesehatan seperti halnya menyediakan obat jenis narkotika yang bermanfaat untuk pengobatan.
Penggunaan Narkotika secara legal hanya bagi kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan.Dalam hal penggunaan narkotika untuk tujuan pengobatan dan ilmu pengetahuan Menteri Kesehatan memberi izin kepada apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, mengirimkan, dan membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan. Hal sama diberikan kepada dokter, dengan tambahan dokter dapat menggunakan dalam mengobati pasienya. Pada ketentuan ini ditunjuk profesi tertentu yaitu apotek dan  dokter yang dianggap bisa untuk mengatur pelaksanaan kegunaan narkotika bagi kepentingan pengobatan. Dalam hal pendidikan Menteri Kesehatan mengizinkan lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli, menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan, ataupun menguasai tanaman papaver, koka, ganja. Kewajiban bagi lembaga yang mendapatkan izin tersebut untuk menyusun laporan yang berhubungan dengan tanaman tersebut. Pemberian izin ini bertujuan untuk memberi kesempatan dilakukanya penelitian narkotika secara ilmiah untuk pemanfaatan narkotika dan membantu pencegahan dan penyalahgunaanya.[3]
Maka berdasarkan hal negatif tadi mengenai penggunaan narkotika dibuatlah undang-undang narkotika untuk mengatur dan mengawasi penggunannya agar tidak terjadi penyalahgunaannya. Undang – undang narkotika terbaru Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 dibentuk berdasarkan pertimbangan – pertimbangan antara lain , bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan ilmu pengetahuan, disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan sangat merugikan apabila disalahgunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat.[4]
Pembentukan Undang-undang narkotika ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan , mencegah,melindungi, menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkoba, memberantas pengedaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial.[5]

1.      Tindak Pidana Narkotika dan Ruang Lingkup Tindak Pidana Narkotika
a.        Definisi tindak pidana narkotika
Narkotika dalam undang – undang diartikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengungrangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.[6] Menurut Ikin A.Ghani “Istilah narkotika berasal dari kata narkon yang berasal dari bahasa Yunani, yang artinya beku dan kaku. Dalam ilmu kedokteran juga dikenal istilah Narcose atau Narcicis yang berarti membiuskan”.[7] Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan. [8]
Jadi dapat diartikan tindak pidana narkotika adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang,  dan tercela dalam kaitan dengan kegiatan pemakaian dan peredaran atau perdagangan penggunaan obat atau zat kimia yang berfungsi menurunkan tingkat kesadaran ingatan atau fisik bahkan menimbulkan masalah dan  gangguan kesehatan kejiwaan seorang, dalam situasi dan kondisi tertentu yang telah terjadi, karenanya dapat dikenakan sanksi fisik maupun moral bahkan perampasan kekayaan bagi pelakunya.
.b. Ruang lingkup tindak pidana narkotika
Pelaku Tindak Pidana Narkotika dapat dikenakan Undang-Undang No. 35 tahun 2009  tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 
a) Sebagai pengguna
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009  tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan paling lama 15 tahun.
b) Sebagai pengedar
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun 2009  tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.
c) Sebagai produsen
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda. 
2.      Bentuk- Bentuk Tindak Pidana Narkotika
a. Penyalahgunaan narkotika
penyalahgunaan narkotika dilakukan oleh penyalah guna narkotika , penyalahguna sendiri menurut UU No 35 Tahun 2009 adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau  melawan hukum
b. Produksi Narkotika
kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau mengubah bentuk Narkotika.
c. Peredaran Gelap Narkotika
setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.
d. Pecandu Narkotika
orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
e. Ketergantungan Narkotika
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
f. Permufakatan jahat
perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika.
g. Kejahatan Terorganisir
kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang terdiri atas 3 (tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk suatu waktu tertentu dan bertindak bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana Narkotika.

3.      Penegakan Hukum Tindak Pidana Narkotika
Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal).
Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:
a)      takut berbuat dosa;
b)      takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang bersifat imperatif;
c)      takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi.[9]
Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum pemerintah Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Dengan demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang tersebut dapat menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, serta menjadi acuan dan pedoman kepada pengadilan dan para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan undang-undang, khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap kejahatan yang terjadi. Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti tentang kebijakan hukum pidana yang tertuang dalam Undang-Undang Psikotropika dan Undang-Undang Narkotika serta implementasinya dalam penangulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika
penegakan hukum salah satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menghambat berjalannya proses penegakan hukum itu sendiri. Adapun faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut.[10]
1.    Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini dibatasi pada undang-undang aja;
2.     Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau membentuk maupun yang menerapkan hukum;
3.    Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4.    Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
5.    Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yangdidasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan, hal ini disebabkan esensi dari penegakan hukum itu sendiri serta sebagai tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.
Dalam melaksanakan fungsi penegak hukum, perlu dikaitkan dengan instansi terkait yang mempunyai kewenangan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kegiatan instansi atau departemen yang terkait dalam penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Penegakan hukum terhadap perkembangan tindak pidana narkotika dengan modus operandi dan mempergunakan teknologi canggih, harus diantisipasi dengan peningkatan kualitas penegak hukum dan kelengkapan perangkat hukum serta tatanan hukum yang dilandaskan kepada konsep penegak hukum yang tepat juga berdaya guna dan berhasil guna yang mengutamakan kepentingan untuk melindungi masyarakat nasional, bahkan Internasional.
Berikut beberapa langkah pemerintah guna memberantas tindak pidana narkotika:[11]
1.      Mengeluarkan PP no 11 tahun 2012 yang memerintahkan pecandu narkoba wajib lapor
2.      Peraturan bersama BNN , kemenkumham , POLRI , kejaksaan , Kemenkes tentang penanganan pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba
3.      Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) oleh BNN


[1] Taupiq Nugraha, NIM.1153050117, Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum , Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
[2] UUD NRI 1945 pembukaan alinea ke 4
[3]   Soedjono, Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1990. hal. 127-129
[4] Ruslan, Renggong, HUKUM PIDANA KHUSUS:Memahami Delik-delik di Luar KUHP, Jakarta: Kencana, 2016. hal. 120-121
[5] Ibid hlm. 121
[6] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
[7] Ikin A. Ghani dan Abu Charuf, Bahaya Penyalahgunaan Narkotika dan Penanggulangannya, Yayasan Bina Taruna, Jakarta, 1985, hal. 5
[8] Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001. hlm. 22
[9] Siswantoro Sunarso. 2004. Penegakan Hukum Dalam Kajian sosiologis. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 142.D
[10] Soerjono Soekanto. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan hukum. Jakarta: CV. Rajawali. Hal. 5

[11] http://youthproactive.com/201503/speak-up/permasalahan-penyalahgunaan-narkoba-di-indonesia/ Diakses 9 Desember 2017

Komentar

Postingan Populer