GAMBARAN UMUM NEGARA MADINAH DARI SUDUT PANDANG HUKUM TATA NEGARA


GAMBARAN UMUM  NEGARA MADINAH DARI SUDUT PANDANG HUKUM TATA NEGARA
Oleh : Taupiq Nugraha [1]
A. Sejarah Pembentukan Negara Madinah
a. Sejarah dan Nama-nama Madinah
Madinah terletak di daerah Hedzjaz bagian dari semenanjung arab yang terletak diantara dataran tinggi Nejd dan daerah pantai Tihamah. Di daerah ini terdapat tiga kota utama yaitu Ta’if, Makkah dan Madinah sendiri. Terletak 275 Km dari laut merah, Madinah berada di sebuah lembah yang subur, di sebelah selatan kota itu berbatasan dengan bukit air, di sebelah utara dengan bukit uhud dan sur, dan di sebelah timur serta barat dengan gurun pasir (Harah). Apabila hujan turun lembah itu menjadi tempat pertemuan aliran-aliran air yang berasal dari selatan dan Harrah sebelah timur. Daerah ini juga memiliki ose-ose yang dapat dipergunakan untuk lahan pertanian yang dapat menghasilkan sayur-mayur dan buah-buahan seperti kurma, jeruk, pisang dan lain-lain. Karena itu penduduknya mayoritas hidup dari bercocok tanam disamping berdagang dan berternak.
Madinah (Al-madinah Al-munawwarah) adalah sebuah kota dalam wilayah kekuasaan pemerintah kerajaan arab saudi sekarang. Kota itu dikenal sebagai tanah suci kedua umat islam. Pada zaman Nabi Muhammad Saw dan Al-khulafa ar-rasyidin (empat khalifah pengganti Nabi), kota itu menjadi pusat dakwah, pusat pengajaran dan pemerintahan islam. Dari kota itulah islam memancar keseluruh penjuru semenanjung arab dan kemudian keseluruh dunia. Kota ini mempunyai banyak nama antara lain Madinah an-nabi (kota nabi, disingkat menjadi al-madinah atau madinah), Madinah ar-rasul (kota rasul), Taba, Tayyibah, Qaryah al-ansar, Al-asimah, Al-mubasakah, Al-mukhtarah, Bait rasul Allah, Sayyidah al-buldan, Dar al-iman, Dar al-abrar, Dar al-Akhyar, Dar as-sunnah, Dar As-salam, dan Dar al-haram. Akan tetapi kota ini lebih dikenal dengan Al-madinah al-Munawwarah. [2]
Di kota ini terletak masjid “Nabawi” yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi tempat makam beliau dan para sahabatnya. Masjid itu merupakan salah satu masjid yang paling utama bagi umat islam setelah Masjidil haram di makkah dan Masjidil Aqsa di Yerussalem. Keutamaannya dinyatakan oleh Rasullullah SAW “shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu salat di masjid yang lain, kecuali di masjidil haram. Beliau juga bersabda “ jangan bersusah payah akan perjalanan kecuali ketiga masjid, masjidil haram, masjidku ini dan masjidil aqsa “ berdasarkan hadits – hadits tersbut kota Madinah selalu dikunjungi oleh umat islam yang melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah sebagai amal sunnah.
Sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah nama kota itu adalah Yatsrib, dan diubah namannya menjadi Madinah al-munawwarah sejak Nabi Muhammad dan orang-orang muslim makkah (Muhajirin) hijrah ke Madinah pada tanggal 22 September 622. Penduduk Yatsrib, sebelum kelahiran islam terdiri dari dua suku bangsa, yaitu bangsa arab dan bangsa yahudi. Semula daerah itu ditempati oleh suku Amaliqah (Baidah, bangsa arab yang sudah punah) dan kemudian ditempati oleh suku-suku arab lainnya. Secara bertahap kota itu menjadi berkembang dan menjadi kota penting kedua setelah Makkah di tanah Hedzjaz setalah kehadiran orang yahudi. Orang yahudi membangun permukiman pasa, dan benteng pertahanan agar mereka terhidar dari gangguan orang badui yang hidup sebagai nomad di sekitar Yatsrib.[3]
Di Yatsrib tidak pernah ada seorang pemimpin dan suatu pemerintahan atas semua penduduk, yang ada adalah pemimpin-pemimpin suku yang memikirkan kepentingan suku-sukunya masing-masing. Mereka saling bersaing dan berperang untuk menanamkan pengaruh di masyarakat akibatnya diantara suku-suku yang ada itu dapat terjadi permusuhan, bahkan peperangan.
b. Pembentukan Negara Madinah
Penduduk Yatsrib sebelum islam terdiri dari dua suku bangsa yaitu arab dan yahudi yang keduanya ini saling bermusuhan. Karena kegiatan dagang di Yatsrib dikuasai atau berada di bawah kekuasaan yahudi. Waktu permusuhan dan kebencian antara kaum yahudi dan arab semakin tajam, kaum yahudi melakukan siasat memecah belah dengan melakukan intrik dan menyebarkan permusuhan dan kebencian diantara suku Aus dan Khazraj. Siasat ini berhasil dengan baik, dan mereka merebut kembali posisi kuat terutama dibidang ekonomi. Bahkan siasat yahudi itu mendorong suku khazraj bersekutu dengan bani qainuqah (yahudi), sedangkan suku aus bersekutu dengan bani quraizah dan bani nadir. Klimaks dari permusuhan dua suku tersebut adalah perang Bu’as pada tahun 618 seusai perang baik kaum aus maupun khazraj menyadari, akibat dari permusuhan mereka, sehingga mereka berdamai.
Setelah kedua suku berdamai dan suku khazraj pergi ke Makkah, dan setelah di Makkah Nabi Muhammad SAW menemui rombongan mereka pada sebuah kemah. Beliau memperkanalkan islam dan mengajak mereka agar bertauhid kepada Allah SWT karena sebelumnya mereka telah mendengar ajaran taurat dari kaum yahudi dan mereka tidak merasa asing lagi dengan ajaran Nabi maka mereka menyatakan masuk islam dan berjanji akan mengajak penduduk Yastrib masuk islam. Setibanya di Yatsrib meraka bercerita kepada penduduk tentang Nabi Muhammad SAW, dan agama yang dibawanya serta mengajak mereka masuk islam. Sejak itu nama Nabi dan Islam menjadi bahan pembicaraan masyarakat arab di Yatsrib. [4]
Tahun 621sebanyak 10 orang suku khazraj dan 2 orang suku aus menemui Nabi SAW menyatakan dirinya masuk islam, dan melakukan baiat kepada Nabi di Aqabah (baiat aqabah pertama). Pada musim haji berikutnya 622, sebanyak 73 orang rombongan haji dari Yatsrib baik yang suku islam maupun yang belum mendatangi Nabi SAW untuk mengajak beliau hijrah ke Yatsrib. Pertemuan diadakan di aqabah dan pada waktu itulah terjadi baiat aqabah kedua. Beberapa bulan kemudian Nabi SAW bersama orang-orang mukmin Makkah hijrah ke Yatsrib sejak itu nama Yatsrib diganti al-madinah al-munawwarah. Hijrah tersebut merupakanperistiwa penting dalam sejarah Madinah sehubungan dengan pengembangan agama islam. Karena penduduknya (kaum Anshari) bersedia menerima Nabi dan para pengikutnya dan di kota itu Nabi medirikan masjid nabawi.
Setelah Nabi hijrah ke Yatstrib, kedatangan Nabi dan umat Islam di Madinah telah mengubah segalanya dan tak lama setelah hijrah, Nabi menyusun konstitusi madinah. Dengan demikian madinah berubah menjadi negara dengan Nabi sebagai kepala negara. Menjelang wafatnya Nabi SAW wilayah kekuasaan negara Islam ini mencakup hampir seluruh wilayah Arabia dan Madinah merupakan ibu kotanya.[5]  Selanjutnya Nabi mempersaudarakan orang islam Mekah dan Madinah berdasarkan ikatan akidah ukhuwah islamiyah dan pebentukan umat itu diartikan sebagai proklamasi terbentuknya negara islam dengan piagam madinah.
Dalam rangka mempekokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan masyarakat diantaranya terdapat tiga dasar yaitu:[6]
1. Pembagunan masjid, selain tempat sholat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin.
2. Ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama muslim, antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar.
3. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.
c. Langkah – langkah Nabi sebagai pemimpin di Madinah
Dengan terbentuknya negara Madinah, islam makin bertambah kuat. Selain tiga dasar di atas, langkah awal yang ditempuh Rasullullah setelah resmi mengendalikan Madinah adalah membangun kesatuan internal dengan mempersaudarakan orang muhajirin dan anshar. Langkah ini dilakukan sejak awal untuk menghindari terulangnya konflik lama diantara mereka. Dengan cara ini, akan menutup munculnya ancaman yang akan merusak persatuan dan kesatuan dalam tubuh umat islam. Langkah politik ini sangat tepat untuk meredam efek keratakan sosial yang ditimbulkan oleh berbagai manuver orang-orang yahudi dan orang-orang munafik (hipokrif) yang berupaya menyulut api permusuhan antara Aus dan Khazraj, antara muhajirin dan ansar.
Setelah itu Rasulullah juga berupaya menyatukan visi para pengikut Nabi dalam rangka pembentukan sistem politik baru dan mempersekutukan seluruh masyarakat Madinah, sementara itu agar bangunan kerukunan menjadi lebih kuat, Rasulullah membuat konvensi dengan orang-orang yahudi. Dalam konteks ini tampak kepiawaian Nabi dalam membangun sebuah sisem yang mengantisipasi masa depan. Di Madinah, Nabi bersama semua elemen pendudukk Madinah berhasil membentuk structur religio politics atau ”Negara Madinah”. Untuk mengatur roda pemerintahan, semua elemen masyarakat Madinah secara bersama menandatangani sebuah dokumen yang menggariskan ketentuan hidup bersama yang kemudian lebih dikenal sebagai konstitusi atau Piagam Madinah (Mi’tsaq Al-Madinah). [7]
B. Struktur Pemerintahan dan Sistem Pemerintahan Negara Madinah
Struktur Pemerintahan Negara Islam Madinah pada zaman RasuluLlah SAW, telah sampai kepada kita secara mutawatir dalam bentuk umum, dan diperincikan melalui riwayat. Telah diketahui secara mutawatir, bahawa Rasulullah SAW sendiri telah mendirikan struktur Negara Islam, melengkapinya semasa baginda masih hidup dan meninggalkan bentuk pemerintahan yang diketahui umum dan dapat dikaji sepanjang masa.
Nabi SAW telah menguruskan semua urusan negara, mulai dari urusan pemerintahan, perundangan, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Adapun struktur tersebut ringkasnya seperti berikut:[8]
a.Kepala Negara
Semasa kaum Ansar melakukan baiah Aqabah Pertama, mereka telah berjanji kepada Rasulullah SAW untuk membentuk kekuatan yang perlu untuk memastikan diperolehnya kekuasaan di Madinah untuk baginda. Rasulullah tidak berhijrah ke Madinah sehingga benar-benar ada jaminan tentang pembentukan Negara Islam di Madinah. Apabila ini telah wujud, baginda SAW sendiri memimpin pengurusan urusan kaum muslimin dan penerapan hukum Islam.
b. Naib Kepala Negara
Ketika Rasulullah SAW keluar dari Madinah untuk berperang, menunaikan ibadah haji ataupun umrah, baginda SAW senantiasa melantik seseorang yang menggantikan kedudukan baginda dalam menguruskan urusan ummat Islam di Madinah. Dalam hal ini Rosululloh sering menyerahkan urusannya kepada Abu bakar atau Umar.
c. Muawin/Wazir
Nabi SAW telah melantik pembantu untuk membantu baginda dalam hal ihwal pemerintahan. Pada zaman Nabi, mereka ini dikenali sebagi wazir. Rasulullah SAW telah meminta pandangan mereka dan menyerahkan hal ihwal pemerintahan, mahkmah, peperangan dan urusan umum yang lain kepada mereka. Dari Abi Said al-Khudri berkata, Rasulullah saw. bersabda:
– “Adapun dua orang wazirku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan ‘Umar.” [An-Nasa'i, Sunan, hadith. no. 4133]


d. Setiusaha (Bitanah)
Bitanah merupakan setiusaha dan penasihat Nabi SAW. Abi Sa’id al-Khudri berkata, bahawa Nabi saw. bersabda:
– “Allah tidak pernah mengutus seorang Nabipun dan tidak pernah menggantikan seorang khalifahpun, kecuali ia mempunyai dua bitanah (setiausaha). Setiausaha yang memerintahkannya kepada kemakrufan dan mendorongnya untuk melakukannya, serta setiusaha yang memerintahkannya kepada keburukan dan mendorongnya. Adapun orang yang terjaga, adalah siapa sahaja yang dijaga oleh Allah SWT.” [Al-Bukhari, Sahih, hadith no. 6659]
e. Angkatan Bersenjata
Angkatan bersenjata Negara Islam adalah satu, yaitu askar, yang terdiri dari batalion-batalion, pengawal dan perajurit perbatasan. Rasulullah saw. sejak mula-mula menjadi ketua negara telah menyiapkan angkatan bersenjata. Bagindalah yang secara langsung menjadi Panglima Perang. Baginda juga melantik para ketua pasukan yang keluar untuk berperang, tanpa kehadiran baginda di sisinya. Mereka ini adalah detachment (pasukan gerak khas). Baginda juga telah melantik batalion dan menyerahkan panji batalion kepada mereka. Rasulullah SAW menguruskan hal ihwal pentadbiran ketenteraan, seperti persediaan logistik, pelatihan, persenjataan, panji dan bendera pasukan.
f. Wali dan Para ‘Amil
Apabila Negara Islam telah meluas dan berkembang, maka Nabi SAW membagi-bagikan Negara Islam Madinah menjadi beberapa wilayah dan daerah, kemudian setiap wilayah dilantik seorang wali dan setiap daerah dilantik seorang ‘amil (ketua daerah). Masing-masing bandar: Makkah, Taif, Yaman, Bahrain, Oman dan Yamamah merupakan wilayah tersendiri, kemudian Yaman dibagi oleh baginda menjadi dua wilayah, yaitu San’a sebagai satu wilayah dan Hadramaut sebagai wilayah yang lain. Kemudian Yaman dijadikan menjadi lima daerah.

g. Kehakiman
Rasulullah SAW sendiri telah mengepalai urusan kehakiman, yaitu yang berkenaan dengan persengketaan, madhalim (kedhalim pihak berkuasa) ataupun untuk mencegah sesuatu yang bisa memudaratkan hak masyarakat. Baginda juga melantik seseorang yang memutuskan persengketaan secara sementara, yaitu antara lain : Ali bin Abi Thalib sebagai qadli di yaman dan abdullah bin Naufal qadli di Madinah.
h. Pentadbiran (management) Awam Negara
Rasulullah SAW telah melaksanakan pentadbiran untuk menguruskan urusan kaum muslimin, menerapkan hukum-hukum Allah dan mentadbir kemaslahatan rakyat, sementara untuk membantu aktivitas seorang pentadbir, maka baginda SAW melantik seorang penulis untuk setiap urusan yang terjadi.
i. Majlis al-Ummah
Rasulullah saw. telah mengkhususkan 14 orang lelaki yaitu tokoh-tokoh yang memawakili kaum mereka, untuk bermusyawarah, 7 orang dari mereka berasal kalangan Ansar, dan 7 orang lagi dari Muhajirin. Rasulullah senantiasa merujuk kepada mereka dalam urusan pemerintahan, pentadbiran dan perlantikan para wali dan pegawai pentadbiran, mereka antara lian : Hamzah, Abu Bakar, Umar, Ja’far dll,
j. Diwan
Ada bagian Diwan yang bertanggungjawab untuk mencatat wahyu, surat-surat kepada raja-raja dan penguasa yang ada, teks perjanjian, dokumen hutang-menghutang, dan akad-akad yang lain. Ada pula bagian yang bertanggung-jawab dalam hal mencatat ghanimah, hasil perolehan pertanian, harta sedekah, bilangan tanah yang dialih kuasakan, dan sebagainya. Dalam realitasya, ini merupakan pendapatan Negara, semuanya catatan tersebut disimpan dalam file. Diwan yang mencatat pendapatan negara ini kemudian disempurnakan pada zaman Khalifah
‘Umar bin al-Khattab dan dikenal sebagai sebutan Diwan al-Kharaj. Sistem pentadbiran Diwan ini mengalami perkembangan pada zaman al-Khulafa al-Rasyidun. Lalu Khalifah ‘Umar yang memperluas lagi penyusunan pentadbiran ini, dan tercetuslah sistem Diwan. Ini diperkembang terus pada zaman Khilafah selanjutnya dengan Qaidah: Adapun perkara mu’amalaat semua boleh kecuali yang dilarang oleh Nash.
D. Sistem Pemerintahan Rasulullah Saw
Sebagian pemikir Islam mengatakan bahwa kita tidak mendapatkan sistem pemerintahan yang dilaksanakan Rasul Saw . Namun, cendikiawan muslim yang lain menilai apa yang diaplikasikan Rasul Saw merupakan pemerintahan yang relevan dengan zamannya dan menjawab kebutuhan rakyat.
Telah dimaklumi bahwa Islam adalah akidah, ibadah dan sistem. Maka, tidak dapat dipungkiri, sistem yang terdapat dalam Al-Qur`an dan Sunnah, telah meletakkan sarana dan prasarana penerapannya. Jika tidak, maka Islam hanyalah teori yang tidak ada nilainya, hal itu ditolak oleh akal sehat.
Sirah Nabawiyah merupakan fakta yang tidak dapat ditolak, bahwa Rasul Saw telah meletakkan pemerintahan yang sangat rapi serta memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai aplikasi wahyu yang diturunkan kepada beliau.
Sistem pemerintahan Rasul Saw dapat diklasifikasikan atas tiga bagian, yaitu:
(1) Urusan dalam negeri, (2)Urusan luar negeri, dan (3)Urusan militer.
a. Urusan Dalam Negeri
Struktur pemerintah pada masa Rasul Saw di bidang urusan dalam negeri terdiri atas instansi-instansi berikut ini:
1.      Kementerian. Rasul Saw bersabda: “Abu Bakar dan Umar dua oorang menteriku”. Namun, tidak bisa dipahami seperti kabinet masa kini. Sejarah membuktikan bahwa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. adalah dewan pertimbangan utama.
2.      Orang kepercayaan Rasul Saw yang terkenal pemegang rahasia beliau. Dia adalah Hudzaifah ibnul Yaman.
3.      Pendidikan. Abdullah bin Said ibnul Ash mengajar baca tulis di Madinah, bahkan tawanan Badar dapat membebaskan dirinya jika mengajar baca tulis 10 sahabat..      Sekretaris. Rasulullah Saw memiliki sekretaris wahyu, penulis surat dan perjanjian/perdamaian.
5.      Pemegang stempel. Ketika Rasul Saw ingin mengirim surat ke Romawi, disampaikan kepadanya, maka beliau membuatnya dari perak bertuliskan: MUHAMMAD RASUL SAW
6.      Bendahara. Tugas ini ditangani oleh Rasul Saw sendiri dan beliau mengangkat seseorang untuk menarik zakat dan Umar ibnul Khatab orang pertama dalam tugas ini.
7.      Pengawas pasar, untuk memantau harga. Said bin Said al-Ashi bertugas di pasar Mekah setelah ditaklukkan.
8.      Rumah tahanan sebagaimana menahan Bani Zuraidah di rumah Bintu al-Harits.
9.      Petugas pajak. Rasul Saw mengangkat Abu Ubaidah di Bahrain dan al-Alas ibnul Hadrani dan Muadz bin Jabal di Yaman.
10.  Rasulullah Saw menugasi seorang untuk mengambil zakat Bani Salim. Ketika datang ia menyerahkan zakat kepada Rasul Saw dan menunjukkan hadiah dari seseorang. Rasul Saw bersabda:”Tidakkah engkau diam di rumah bapakmu dan ibumu sampai hadiah mendatangimu, jika engkau jujur”
a). Pemerintah daerah pada masa Rasul Saw
Sejak banyak orang memeluk agama Islam dan kembali ke daerah masing-masing, pada gilirannya harus ada yang mengatur dan membimbing urusan mereka dalam bidang sosial dan agama. Maka Rasul Saw mengutus delegasi untuk menjadi pemimpin di wilayah-wilayah sesuai dengan kebutuhan.
b). Gubernur pada zaman Rasul Saw
Rasulullah Saw mengangkat beberapa sahabat sebagai pemimpin di berbagai wilayah yang bertugas hingga Rasul Saw meninggal dunia. Mereka adalah:
1.      Uthab bin Usaid salah seorang pembesar, sangat bijak dan berani memeluk agama Islam pada Fathu Mekah. Dia mendapat mandat memimpin wilayah Mekah.
2.      Utsman bin Abi al-Ashs putra Thaif masuk Islam bersama rombongan Taif kepada Rasul Saw , lalu Rasul Saw mengangkatnya sebagai pemimpin di daerahnya, Thaif.
3.      Amer bin Hazam, sahabat Anshar mengikuti beberapa kali peperangan setelah Perang Khandak. Kemudian diangkat oleh Rasul Saw petugas bidang ibadah dan Abu Sufyan di bidang sadaqah di wilayah Najran.
4.      Khalid bin Said ibnul Ash diangkat untuk wilayah Ramai dan Zubaid.
5.      Amir bin Syaher bertugas di wilayah Hamda.
6.      Fairuz al-Dailami di wilayah Shon’a.
7.      Abu Musa al-Asyari di wilayah Ma’rib.
8.      Muadz bin Jabal di wilayah Yaman.

Dalam pengangkatan para pemimpin wilayah, Rasulullah memberikan mandat dan tugas yang harus dipatuhi oleh semua pihak. Inilah satu contoh surat tugas untuk penduduk Yaman dan Gubernurnya Amer bin Hasen, yang mengandung nasihat, hukum, bimbingan dan tugas.
Inilah contoh SK yang Rasul Saw berikan kepada Gubernur Amer bin Hasen untuk Yaman:
1.      Inilah keterangan dari Allah dan Rasul Saw (Hai orang yang beriman tepatilah perjanjian-perjanjian). Janji Nabi Muhammad utusan Allah, kepada Amer bin Hazen ketika diangkat di Yaman.
2.      Hendaknya bertakwa kepada Allah dalam semuurusan, sesungguhnya Allah bersama orang bertakwa dan berbuat kebaikan (berihsan).
3.      Harus menegakkan kebenaran sebagaimana perintah Allah.
4.      Hendaknya memberi kabar gembira kepada manusia dan melaksanakan kebaikan. Mengajar Al-Qur`an dan ajaran Islam. Dan tidak boleh menyentuh Al Quran kecuali yang berwudhu.
5.      Menyampaikan tugas dan hak kepada manusia.
6.      Lemah lembut dalam kebenaran dan tegas terhadap kezaliman, karena Allah benci kepada kezaliman. (Ketahuilah laknat Allah terhadap orang-orang zalim).
7.      Memberi kabar gembira tentang surga dan amal menujunya. Dan memberi peringatan tentang neraka dan amal menuju kepadanya.
8.      Menyatu dengan manusia agar mau belajar agama, manasik haji, haji akbar dan haji asghar yaitu umroh.
9.      Melarang orang shalat dengan pakaian ketat.
10.  Melarang mengucirkan rambut ke belakang kepala.
11.  Melarang perang karena kabilah dan keluarga namun harus karena Allah semata. Jika tidak pedang akan melayang sehingga hanya karena Allah.
12.  Menyeru orang berwudhu dengan sempurna, membasuh muka, tangan hingga siku, kaki hingga mata kaki dan mengusap kepala seperti yang diperintahkan Allah dan hal lainnya.

Perjanjian tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
1.      Pengangkatan Amer bin Hazen sebagai Gubernur Yaman.
2.      Surat ini dapat diklasifikasikan dalam tiga hal:
a. Nasihat
b. Hukum
c. Bimbingan
b. Urusan Luar Negeri
Rasulullah Saw menyebarkan Islam dan menugasi beberapa sahabat ke luar negeri sebagai bukti bahwa beliau selain utusan Allah juga negarawan. Muhammad Saw adalah utusan Allah sebagaimana beliau juga negarawan yang bertugas menyebarkan Islam dengan sendirinya dan menugasi beberapa sahabat ke luar negeri, seperti Dihyah al-Kalbi sebagai duta ke Kaisar Romawi. Amar bin Abi Baltaah ke Mukankin penguasa Iskandariyah. Mereka bertugas menyebarkan Islam yang sekarang dapat dikenal dengan sebutan duta-duta besar.
a). Delegasi perdamaian
Rasulullah Saw menugasi Khurasy bin Umaiyah al-Khuzai kepada Kabilah Quraisy untuk menyampaikan pesan Rasul Saw kepada pembesar Quraisy, namun tidak dikabulkan. Kemudian ingin mengutus Umar, namun Umar mengajukan Utsman bin Afan.
b).Penerjemah
Rasulullah Saw berbicara dengan Zaid bin Tsabit : “Banyak surat datang kepadaku. Aku tidak ingin surat itu dibaca oleh setiap orang. Mungkinkah engkau belajar bahasa Suryaniah? Zaid menjawab, “Ya Rasul Saw .” Bahkan Zaid pandai bahasa Persia, Romawi, Mesir dan Habasyah.


c).Sekretariat
Rasulullah Saw mengirim surat ke Romawi, Persia, Quraisy dan kabilah lainnya. Surat-surat itu didiktekan Rasul Saw kepada sekretarisnya. Kemudian dikirim ke tempat tujuan.
Adapun beberapa sekretaris saati itu antara lain : Ali bin Abi Thalib dan Mu’aqib bin Abi Fatimah.
c. Urusan kemiliteran
Untuk dapat menerapkan syariat Islam, Rasulullah Saw sangat memperhatikan urusan pertahanan, keamanan dan kemiliteran karena hal itu merupakan unsur penting dalam kehidupan bangsa.
Oleh karenanya, sejarah mencatat peperangan yang langsung dipimpin oleh Rasul Saw terjadi 29 kali dan peperangan yang dipercayakan kepada para sahabat sebanyak 48 kali, ada yang mengatakan 56 kali.
Pada pertempuran tersebut Rasulullah Saw memberikan penugasan didi pos masing-masing, sesuai dengan kemampuan dan bakatnya.Adapun beberapa komandan pasukan negara saat itu antara lain : Zain bin Haritsah, Ja’far bin Abul Muthalib, dan abdullah bin rawahah.[1]
E. Musyawarah Nabi.
Di negara baru Madinah bagi umat Islam Nabi Muhammad adalah segala-galanya. Beliau adalah Rasul Allah yang berlandaskan otoritas  kenabian sekaligus pemimpin masyarakat dan kepala negara. Salah satu yang sangat menarik untuk dibahas adalah bagaimana mekanisme pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama pada waktu itu. Kalau dilihat dari otoritasnya Beliau adalah pemegang otoritas yang tertinggi, namun dengan arif dan bijaksananya beliau mengembangkan musyawarah dikalangan para sahabat sesuai petunjuk Al-Quran. [2]
Beliau meski sebagai seorang Rasul, sangat sering berkonsultasi kepada para pengikutnya dalam soal-soal kemasyarakatan. Dalam berkonsultasi Nabi tidak hanya mengikuti satu pola, terkadang beliau bermusyawarah dengan beberapa sahabat senior. Tidak jarang beliau hanya meminta pertimbangan-pertimbangan dari orang-orang yang ahli dan profesional. Terkadang beliau juga mendiskusikan masalah-masalah yang lebih besar, khususnya masalah yang berdampak luas bagi masyarakat.
Nabi pun terkadang berbeda pendapat dengan para sahabat, dalam hal bersikap demikian, tidak selalu mendapat petunjuk dari Allah melalui wahyu. Contohnya adalah pada posisi perang Badar. Dimana pendapat Nabi bertentangan dengan sahabat Hubab bin Mundhir. Karena dengan alasaan yang tepat Nabi pun menerima saran baik saran Hubab.
Kemudian pada perjanjian Hubaidiyah dimana pada tahun ketujuh setelah menetap di Madinah, beliau disertai 400.000 pengikutnya berangkat ke Mekah untuk ibadah Umrah, namun dihalangi oleh kaum Quraisy Mekah. Akhirnya kedua belah pihak sama-sama mengirimkan utusannya untuk membuat kesepakatan.  Berbeda dengan penentuan posisi dalam pertempuran Badar, dalam perumusan naskah Perjanjian Hudaibiyah Nabi mengambil kebijaksanaan atau sikap dengan mengabaikan pendapat dan keberatan dari banyak sahabat.[3]
Dari berbagai permasalahan diatas dapat dilihat bahwa sikap politik Nabi walaupun sebagai pemegang otoritas tertinggi, namun beliau masih mengedepankan prinsip musyawarah. Walaupun terkadang berbeda pendapat namun beliau dengan arif dan bijaksana dapat memilih yang terbaik di antara yang terbaik demi kepentingan bersama.


[1] https://harakatuna.wordpress.com/2008/09/27/penerapan-syariat-islam-pada-masa-rasulullah-saw/diakses 22 september 2017
[2] Akram Dhiyauddin Umari, Masyarakat Madani, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hlm. 108-109
[3] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, edisi kelima, UI-Pres, Jakarta, 1993, hlm. 17-18

[1] Taupiq Nugraha , NIM.1153050117 , Jurusan Ilmu Hukum , Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
[2] Van Hoeve, “Ensiklopedi Islam”(Jakarta, Ichtiar Baru, 2001) hlm., 101
[3] Ibid., hlm., 102
[4] Ibid., hlm., 103
[5] Soekama karya. dkk.” Ensiklopedi mini sejarah dan kebudayaan islam”. (Jakarta : logos, 1996). Hlm. 81
[6] Badri yatim. Sejarah peradaban islam. (Jakarta : raja garfido persada, 200). Hlm. 195-196
[7] Zubaedi,” Islam dan Benturan Antara Peradaban”, (Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2007), hlm., 195-196
[8] https://satriopinandito.wordpress.com/speech-struktur-pemerintahan-negara-islam-madinah/ diakses 22 september 2017

Komentar

Postingan Populer