Lemahnya Fungsi Legislasi DPD
“ Lemahnya Fungsi
Legislasi DPD”
Oleh
: Taupiq Nugraha [1]
A.
Latar Belakang
Ditinjau
dari sudut pandang tugas dan hubungan antar alat kelengkapan negara, demokrasi
dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk diantaranya adalah demokrasi sistem
parlementer , demokrasi sistem pemisahan kekuasaan , dan demokrasi sistem
referendum, khusus mengenai demokrasi sistem pemerintahan kekuasaan , yakni
demokrasi dengan memisahkan kekuasaan menjadi tiga cabang yaitu kekuasaan
eksekutif , kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. [2] Kekuasaan
eksekutif dipegang oleh kepala negara , kekuasaan legislatif dipegang oleh
parlemen kekuasaan yudikatif pengadilan.[3]
Kekuasaan
legislatif Indonesia secara sistemik menganut bikameral namun bukanlah sistem
bikameral yang murni karena pada hakikatnya, kekuasaan legislatif Indonesia
dicerminkan melalui 3 kamar yaitu MPR, DPR , DPD.[4] Terkait
dengan DPD , DPD lahir setelah amandemen UUD NRI 1945 yang menjadikan DPD
sebagai lembaga baru di tingkat pusat , yang melatarbelakangi lahirnya DPD
menurut Jimly Ashidiqie adalah dalam rangka mereformasi sistem parlemen di
Indonesia dengan dua kamar yaitu DPR dan DPD, dimana dengan sistem bikameral
itu dapat mewujudkan double check yaitu
perwujudan representasi politik oleh DPR dan representasi regional oleh DPD.[5]
Sedangkan
menurut Bagir Manan , yang melatarbelakangi pembentukan DPD adalah pertama karena
untuk pengubahan sistem perwakilan
menjadi dua kamar ( bicameral ) kedua
karena meningkatkan keikutsertaan daerah dalam pengelolaan negara juga sebagai
koreksi dan penyempurnaan sistem utusan daerah pada pasal 2 ayat (1) UUD 1945
sebelum amandemen.[6]
Namun
, yang menjadi problematika adalah kewenangan DPD sebagai lembaga legislatif
mempunyai kewenangan yang terbatas
apabila dibandingkan dengan DPR , tercermin dalam UUD NRI 1945 bagaimana
konstitusi memberikan kewenangan fungsi legislasi , fungsi anggaran , dan
fungsi pengawasan bagi DPR sedangkan DPD cenderung hanya sebagai Konseptor yang memiliki fungsi legislasi
terbatas yaitu dengan hanya mengajukan usulan RUU yang berkaitan dengan
kepentngan daerah bersama DPR.
B. Lembaga yang Mempunyai Kewenangan
Membentuk Undang – Undang Menurut UUD NRI 1945
a. MPR
Sebagaimana Pasal 3 ayat (1) UUD NRI
1945 MPR diberikan kewenangan untuk mengubah dan menetapkan UUD , dan juga
mengeluarkan Keputusan MPR yang berkaitan dengan pemberhentian presiden menurut
Pasal 7B ayat (7)
b. Presiden
Presiden diberikan kewenangan untuk
mengajukan RUU dan menetapkan PP untuk menjalankan UU menurut Pasal 5 UUD NRI
1945, membahas RUU bersama DPR menurut Pasal 20 ayat (2) , mengesahkan RUU yang
telah disetujui bersama DPR , dan menetapkan PERPU
c. DPR
DPR memiliki kewenangan untuk membentuk
Undang – undang , membahas RUU bersama presiden menurut Pasal 20 , dan
memberikan persetujuan terhadap PP menurut Pasal 22 ayat (2)
d. DPD
DPD memiliki kewenangan dapat mengajukan
RUU ke DPR menurut Pasal 22D ayat (1) , dan ikut membahas RUU menurut pasal 22D
ayat (2)
C.
Ketidakseimbangan Fungsi Legislasi
Sebagaimana fungsi
legislasi yang diberikan UUD NRI 1945 , terlihat jelas bagaimana terbatasnya
kewenangan pembentukan undang – undang oleh DPD , DPD hanya diberikan
kewenangan ikut membahas RUU , dan mengajukan RUU kepada DPR , sementara DPR
memiliki kewenangan untuk merencanakan , membahas , dan menyetujui RUU ,
membuat UU , memberikan persetujuan atas PERPU , ini mencerminkan betapa lemahnya
fungsi legislasi DPD.
Kelemahan fungsi
legislasi DPD semakin terlihat jelas apabila kita melihat UU MD3 UU no 17 Tahun
2014 dalam pasal 248 - 249 , bahwa DPD memiliki fungsi untuk mengajukan RUU
yang berkaitan dengan daerah nya kepada DPR, memberikan pertimbangan anggota
BPK kepada DPR , memberikan pertimbangan APBN, selain itu UU No 12 Tahun 2011 Pasal
45 berbunyi :
(1) Rancangan
Undang-Undang, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta Rancangan
UndangUndang yang diajukan DPD kepada DPR disusun berdasarkan Prolegnas.
(2) Rancangan
Undang-Undang yang diajukan oleh DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan
daerah;
c. pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan
e. perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
Pasal 45 tersebut
mencerminkan bahwa yang bisa membahas RUU dalam prolegnas hanyalah DPR,
selanjutnya dalam pasal 46 ayat (1) berbunyi “Rancangan Undang-Undang dari DPR
diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR
yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD.” Pasal 46 mencerminkan bahwa
derajat DPR lebih tinggi daripada DPD , DPD dalam Pasal 46 ini sejajar dengan
Baleg , komisi , dan alat kelengkapan DPR, kelemahan DPD semakin terlihat jelas
dalam pasal 65 ayat (3) yang berbunyi “ Keikutsertaan DPD dalam pembahasan
Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan hanya pada
pembicaraan tingkat I.”Pasal 65 ini semakin menegaskan bahwa DPD tidak dapat
lebih jauh terlibat dalam proses pembuatan kebijakan.
Menurut Bagir Manan ,
dalam setiap sistem ketatanegaraan kekuasaan membentuk undang – undang selalu
ada pada badan perwakilan rakyat karena memiliki kekuasaan legislatif,[7]maka
sudah sewajarnya DPD sebagai lembaga legislatif bersama dengan DPR ikut dalam
pembahasan , penyusunan , dan pembentukan UU. Persoalan yang ada dalam sistem
ketatanegaraan saat ini DPD hanyalah seperti di anak tirikan DPR , DPD tak
ubahnya seperti dewan penasihat saja , padahal yang melatarbelakangi
pembentukan DPD adalah agar meningkatkan keikutsertaan daerah dalam penyusunan
kebijakan nasional
D.
Penguatan Fungsi Legislasi DPD
Untuk menguatkan fungsi
legislasi DPD penulis berpendapat bahwa ada beberapa hal yang harus menjadi
perhatian antara lain :
1.
Memberikan kekuasaan kepada DPD untuk membentuk UU
Dengan memberikan
kekuasaan membentuk UU kepada DPD maka fungsi legislasi DPD akan sama dengan
DPR tetapi dengan beberapa batasan , mana yang harus dibentuk oleh DPR , dan
mana yang harus dibentuk oleh DPD agar tidak tumpang tindih.
2.
Pembahasan UU bersifat tiga pihak
Langkah selanjutnya
dalam rangka penguatan fungsi legislasi DPD maka pembahasan UU haruslah
melibatkan tiga pihak yaitu presiden , DPR, DPD , dan Presiden , dalam hal ini
DPD tidak lagi sebagai pemberi nasihat dan ikut saja.
3.
Mengikutsertakan DPD dalam Prolegnas
Dengan mengikutsertakan
DPD dalam Prolegnas berarti memiliki fungsi legislasi yang sudah memang
seharusnya dimiliki kekuasaan legislatif.
E.
Penutup
Berdasarkan uraian
diatas tampak jelas betapa lemahnya fungsi legislasi DPD dibandingkan DPR ,
padahal sebagai lembaga kekuasaan legislatif , DPD berwenang dalam membuat
Undang – Undang , kelemahan tersebut tercermin dalam UUD NRI 1945 dan dalam UU
MD3 , DPD seperti jauh dibawah bayang – bayang DPR, terkait dengan fungsi
legislasi DPD , agar semakin kuat , perlu diadakanya perubahan peraturan
perundang-undangan terkait , dan mengikutsertakan DPD dalam pembentukan
kebijakan nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
a.
Buku
Bagir Manan , DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, Yogyakarta: FH UII Press,
2005.
Hans Kelsen , Teori Umum tentang Hukum dan Negara , Bandung : Nusamedia, 2011
Jimly Ashidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta
: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan MK, 2006
Subhan Sofian dan Asep Sahid Gatara, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIC EDUCATION
PENDIDIKAN POLITIK NASIONALISME DAN DEMOKRASI , Bandung : Fokusmedia,2011
b.
Undang – Undang
Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945
Undang – Undang No 17 Tahun 2014
Undang – Undang No 12 Tahun 2011
[1] Taupiq Nugraha , NIM.1153050117
, Jurusan Ilmu Hukum , Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.
[2] Subhan Sofian dan Asep Sahid
Gatara, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIC EDUCATION
PENDIDIKAN POLITIK NASIONALISME DAN DEMOKRASI , Bandung : Fokusmedia,2011, hlm.
122
[3] Hans Kelsen , Teori Umum tentang Hukum dan Negara , Bandung
: Nusamedia, 2011, hlm.392.
[4] Jimly Ashidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara
Pasca Reformasi, Jakarta : Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan MK, 2006,
hlm.141
[5] Ibid
[6] Bagir Manan , DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, Yogyakarta: FH UII Press,
2005. hlm.59.
[7] Ibid, hlm. 256.
Komentar
Posting Komentar