Tata Cara Pembentukan dan Penyusunan Produk Hukum Daerah
Tata Cara Pembentukan dan Penyusunan Produk Hukum Daerah
A.
Latar Belakang
Pembentukan
peraturan perundang-undangan itu merupakan salah satu syarat dalam rangka
pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara
dan metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang
berwenang membuat peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain bahwa
pembentukan Undang-Undang akan mendukung proses pembangunan hukum nasional dan
memenuhi harapan masyarakat jika dilandasi oleh adanya suatu kajian yang
memadai dan komprehensif melalui prosedur yang tertata dalam tahap-tahap yang
tersusun dan adanya suatu teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang
telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang membentuk Undang-undang.
Sebagaimana ketentuan dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan terdiri atas :
a)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c)
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d)
Peraturan Pemerintah;
e)
Peraturan Presiden;
f)
Peraturan Daerah Provinsi;dan
g)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berbicara
jenis peraturan perundang-undangan, kita perlu pemahanan lebih dalam terhadap
pembentukan peraturan perundang-undangan, dimana yang dimaksud didalamnya lebih
menekankan pada ketentuan hierarki atau perjenjangan setiap jenis peraturan
perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.Setiap jenis peraturan perundang-undangan tersebut di atas
memiliki fungsi, tujuan, teknik pembentukan yang berbeda-beda,karena dalam
pemakaiannya itu pun berbeda.Salah satunya adalah Peraturan Daerah
Pasal 18
Ayat (1) menentukan: Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang.[2]
Pasal 1
angka (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menyebutkan bahwa :
“Peraturan
Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.”[3]
Pasal 1
angka (8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menyebutkan bahwa :
“Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten / Kota dengan persetujuan bersama
Bupati /Walikota.”[4]
Berdasarkan
pengertian peraturan daerah tersebut di atas, jelas menyebutkan Berdasarkan
pengertian peraturan daerah tersebut di atas, jelas menyebutkan bahwa kedudukan
DPRD, baik di tingkat provinsi maupun di Kabupaten dan kota jelas merupakan
lembaga menjalankan kekuasaan legislatif di daerah, Wewenang dalam membuat
peraturan daerah terdapat pada eksekutif / Kepala Daerah dan legislatif / DPRD.
Dimana masing-masing badan baik eksekutif maupun legislatif berhak mengajukan
rancangan peraturan daerah ,dan dalam hal penetapan peraturan daerah kepala
daerah harus mendapat persetujuan dari DPRD.Peraturan daerah memiliki
kareakteristik yang sifatnya mengatur,yakni mengatur hubungan antara pemerintah
daerah, masyarakat dan stake hoder local seperti dunia usaha.Peraturan daerah bukan hanya
mengatur hal-hal yang menyangkut atau berhubungan dengan kehidupan politik ,
sosial dan budaya masyarakat. Daerah Kabupaten /Kota di Indonesia sangatlah
banyak,yang memiliki keanekaragaman budaya,adat istiadat yang berbeda.Peran
Pemerintah Daerah sangatlah penting Berdasarkan pengertian peraturan daerah
tersebut di atas, jelas menyebutkan bahwa kedudukan DPRD, baik di tingkat
provinsi maupun di Kabupaten dan kota jelas merupakan lembaga menjalankan
kekuasaan legislatif di daerah, Wewenang dalam membuat peraturan daerah
terdapat pada eksekutif / Kepala Daerah dan legislatif / DPRD. Dimana
masing-masing badan baik eksekutif maupun legislatif berhak mengajukan
rancangan peraturan daerah ,dan dalam hal penetapan peraturan daerah kepala
daerah harus mendapat persetujuan dari DPRD.Peraturan daerah memiliki
kareakteristik yang sifatnya mengatur,yakni mengatur hubungan antara pemerintah
daerah, masyarakat dan stake hoder local seperti dunia usaha.Peraturan daerah bukan hanya
mengatur hal-hal yang menyangkut atau berhubungan dengan kehidupan politik ,
sosial dan budaya masyarakat. Daerah Kabupaten /Kota di Indonesia sangatlah
banyak,yang memiliki keanekaragaman budaya,adat istiadat yang berbeda.Peran
Pemerintah Daerah sangatlah penting dalam mengatur masyarakatnya, oleh karena
itu dalam pembuatan Peraturan Daerah harus menyesuaikan dengan kondisi
masyarakatnya.
B. Landasan peraturan
perundang-undangan
Untuk menetapkan suatu peraturan
perundang – undangan yang berkualitas , baik di tingkat nasional maupun daerah,
peraturan perundang-undangan sekurang – kurangnya harus memenuhi tiga landasan,
yakni landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.
1.
Landasan Filosofis, yaitu bahwa setiap perundang – undangan harus
merujuk pada falsafah hidup bangsanya.
2.
Landasan Sosiologis, yaitu setiap setiap ketentuan yang dimuat
dalam peraturan tersebut sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum
masyarakat.
3.
Landasan Yuridis, yaitu landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan
pembuatan peraturan perundang-undangan.[5]
C. Asas
– asas pembentukan peraturan perundang-undangan
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 5
Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 dalam membentuk suatu peraturan perundang –
undangan , harus didasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang –
undangan yang baik meliputi :[6]
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat
pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis,
hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Sedangkan materi muatan peraturan
perundang – undangan harus meliputi asas – asas sebagai berikut :[7]
Materi muatan Peraturan
Perundang-undangan harus
mencerminkan asas:
a.
pengayoman;
b.
kemanusiaan;
c.
kebangsaan;
d.
kekeluargaan;
e.
kenusantaraan;
f.
bhinneka tunggal ika;
g.
keadilan;
h.
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i.
ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j.
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentudapat berisi asas lain sesuai
dengan bidang hukumPeraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
D. Tata Cara Pembentukan dan
Penyusunan Produk Hukum Daerah
Berdasarkan Pasal 2 PERMENDAGRI No.80 Tahun
2015 produk hukum daerah meliputi :[8]
1.
Peraturan
2.
Penetapan
1. Proses pembentukan peraturan daerah
Rancangan
peraturan daerah ( raperda ) dapat berasal ( usul inisiatif ) dari Dewan Rakyat
Daerah dan pula berasal (prakarsa ) dari gubernur atau bupati/walikota Dengan
kata lain, sebagai produk 2 otoritas
pemerintahan daerah, pengajuan raperda dapat dilakukan prakarsa gubernur atau
bupati/walikota, atau sebaliknya dapat dilakukan oleh
DPRD melalui pengajuan usul
inisiatif. Dari mana pun inisiatif atau prakarsa pengajuan raperda itu berasal,
tetap memerlukan pembahasan dan persetujuan bersama DPRD dengan gubernur atau
bupati/walikota dan diundangkan oleh sekretaris daerah dalam lembaran daerah
agar perda tersebut mempunyai kekuatan hukum mengikat (legal binding).
Raperda yang berasal dari hak
inisiatif DPRD dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau
alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. Raperda ini
kemudian diusulkan kepada pimpinan DPRD agar dibahas dalam Rapat Paripurna
DPRD. Apabila mendapat persetujuan, raperda disampaikan oleh pimpinan DPRD
kepada gubernur atau bupati/lwalikota dengan surat pengantar pimpinan DPRD.
Sebaliknya, apabila muncul
berdasarkan prakarsa gubernur atau bupati/walikota, raperda disiapkan oleh
dinas, badan, kantor, atau perangkat pemerintah daerah lain yang
dikoordinasikan dengan biro bagian hukum dan perundang-undangan. Raperda
tersebut kemudian disampaikan kepada gubernur atau bupati/walikota, yang
apabila disetujui oleh gubernur atau bupati/walikota, raperda yang dimaksud
disampaikan kepada DPRD dengan surat pengantar gubernur atau bupati/walikota.
Penyebarluasan raperda yang berasal
dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD, sedangkan penyebarluasan raperda
yang berasal dari gubernur atau bupati/walikota dilaksanakan oleh sekretaris
daerah.
Apabila dalam suatu masa sidang,
gubernur atau bupati/walikota dan DPRD menyampaikan raperda mengenai materi
yang sama, yang dibahas adalah raperda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan
raperda yang disampaikan oleh gubernur atau digunakan sebagai bahan
perbandingan.
Pembahasan raperda di DPRD dila dilakukan oleh
DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota, yang dilakukan dalam rapat komisi
rapat pansus, rapat alat kelengkapan DPRD, dan rapat paripurna Raperda dapat
ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan gubernur atau
bupati/walikota berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan gubernur atau
bupati/walikota.
Raperda yang telah disetujui bersama
oleh DPRD dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD
kepada gubernur atau bupati/walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah
(Perda), yang dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari terhitung
sejak tanggal persetujuan bersama.
Raperda yang telah disetujui bersama
dan telah disampaikan oleh pimpinan DPRD ditetapkan oleh gubernur atau
bupati/walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling
lambat puluh hari sejak raperda tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan
gubernur atau bupati/walikota. Apabila raperda dimaksud tidak ditandatangani
oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat tiga puluh hari
sejak raperdatersebut disetujui bersama, rapetda tersebut sah menjadi Perda dan
wajib diundangkan dengan kalimat pengesahan, "Peraturan Daerah ini
dinyatakan sah”. Kalimat ini harus dibubuhkan pada halaman terakhir suatu Perda
sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam Lembaran Daerah.
2. Proses Penetapan Peraturan Daerah
1.
Penentuan Nomor Register
Gubernur
wajib menyampaikan Ranperda yang telah disetujui bersama dalam rapat paripurna
(paling lama 7 hari) untuk mendapatkan register Perda kepada Menteri. Bupati/walikota
wajib menyampaikan Ranperda yang telah disetujui bersama dalam rapat paripurna
(paling lama 7 hari) untuk mendapatkan register Perda kepada Gubernur.
2.
Pengesahan
Penandatanganan produk hukum daerah yang bersifat
pengaturan misalnya Perda, Perkada, peraturan bersama kepala daerah dilakukan
oleh kepala daerah. Dalam hal
berhalangan (sementara/tetap) bisa dilakukan oleh PLT, PLH atau PJ Kepala
Daerah. Penandatanganan peraturan DPRD dilakukan oleh ketua DPRD atau wakil
ketua DPRD. Penandatanganan produk hukum daerah yang bersifat penetapan
misalnya keputusan kepala daerah dilakukan oleh kepala daerah. Dapat
didelegasikan kepada wakil kepala daerah, sekda, atau kepala SKPD. Penandatanganan
keputusan DPRD dilakukan oleh ketua DPRD atau wakil ketua DPRD, khusus
keputusan badan kehormatan (BK) DPRD dilakukan oleh Ketua BK DPRD.
3.
Penomoran
Penomoran Perda, Perkada, Peraturan Bersama Kepala
Daerah dilakukan kepala biro hukum/kepala bagian hukum. Penomoran perda,
perkada dan peraturan bersama kepala daerah dilakukan dengan nomor bulat.
Penomoran keputusan kepala daerah dilakukan dengan kode klasifikasi.
4. Pengundangan
Perda yang telah ditetapkan (ditandatangani kepala
daerah) diundangkan dalam lembaran daerah yang merupakan penerbitan resmi
pemerintah daerah. Pengundangan
merupakan pemberitahuan secara formal suatu perda sehingga mempunyai daya ikat
pada masyarakat.
Masuk di jaringan dokumentasi dan informasi hukum. Perkada,
Peraturan Bersama Kepala Daerah dan Peraturan DPRD yang telah ditetapkan
diundangkan dalam berita daerah. Perkada,
Peraturan Bersama Kepala Daerah dan Peraturan DPRD mulai berlaku dan mempunyai
kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan kecuali ditentukan lain dalam
peruuan bersangkutan. Pengundangan dilakukan oleh Sekretaris Daerah (semua
produk hukum daerah bersifat pengaturan).
5.
Autentifikasi
Produk Hukum yang telah ditetapkan (ditandatangani)
dan diberi nomor dilakukan autentifikasi. Autentifikasi Perda, Perkada dan
Peraturan Bersama Kepala Dearah dan keputusan Kepala Daerah dilakukan oleh
Kepala Biro Hukum/Bagian Hukum. Autentifikasi peraturan DPRD, Keputusan DPRD
dan produk hukum internal DPRD lainnya dilakukan oleh Sekretaris DPRD
6.
Penyebarluasan
Penyebarluasan Prolegda, ranperda dan perda dilakukan
oleh Pemda dan DPRD. Penyebarluasan Perda sejak rancangan hingga pengundangan
untuk memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan;
KESIMPULAN
PERDA adalah
“peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di
Kabupaten/Kota dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan
serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Berikut
adalah prosedur pembentukan dan penetapan PERDA
Prosedur
Penyusunan Peraturan Daerah
a. Proses
Penyiapan Raperda di lingkungan DPRD.
b. Proses
Penyiapan Raperda di Lingkungan Pemerintahan Daerah.
c. Proses
Mendapatkan Persetujuan DPRD.
d. Proses
Pengesahan dan Pengundangan
e. Lembaran Daerah dan Berita Daerah
SUMBER :
PERMENDAGRI No.80 Tahun 2015
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011.
Utang Rosidin, OTONOMI
DAERAH dan DESENTRALISASI:DILENGKAPI UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 DENGAN
PERUBAHAN- PERUBAHANYA, Bandung :
Pustaka Setia. 2010.
[1] Taupiq
Nugraha, NIM. 1153050117 , mahasiswa jurusan ilmu hukum , fakultas Syariah dan
hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
[2] Pasal 18
UUD NRI 1945
[3] Pasal 1
angka 7 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011
[4] Pasal 1
angka 8 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011
[5] Utang
Rosidin, OTONOMI DAERAH dan DESENTRALISASI:DILENGKAPI UNDANG- UNDANG NOMOR
32 TAHUN 2004 DENGAN PERUBAHAN- PERUBAHANYA, Pustaka Setia, Bandung, 2010,
hlm. 129-130
[6] Pasal 5
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011
[7] Pasal 6
ayat ( 1 ) Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011
[8] Pasal 2
PERMENDAGRI No.80 Tahun 2015
Komentar
Posting Komentar